Rabu, 25 Februari 2015

ALIRAN SYI'AH


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Aliran dalam islam itu banyak sebagai yang pernah di gambarkan oleh nabi semasa hidupnya dalam sebuah hadits, di katakan umat islam akan terpecah sampai 73 firqah, demikian katanya : "yahudi akan terpecah atas 71 aliran, nasrani akan berpecah atas 72 aliran, sedang umatku akan terbagi bagi dalam 73 aliran". (al hadits). apa yang di sabdakan nabi itu mungkin terjadi, sudah atau akan terjadi tetapi dalam sejarah islam dapat kita golongkan mazhab-mazhab yang banyak itu atas 4 aliran besar yang pokok, yang akan kita perkatakan di sini dengan menyebut dasar-dasar pendiriannya yang utama.
Syiah, syiah ini berbeda pendapatnya dengan aliran lain di antaranya dalam pendirian, bahwa penunjukan imam sesudah wafat nabi di tentukan oleh nabi sendiri dengan nash. nabi tidak boleh melupakan nash itu terhadap pengangkatan khalifahnya, sehingga menyerahkan pekerjaan pengangkatan itu secara bebas kepada umatnya dan halayak ramai. selanjutnya syi'ah berpendirian bahwa seseorang imam yang di angkat itu harus ma'sum atau terpelihara dari pada dosa besar atau dosa kecil, dan bahwa nabi muhammad dengan nash meninggalkan wasiatnya untuk mengangkat Ali bin abi thalib menjadi khalifahnya, bukan orang lain, dan bahwa ali bin abi thalib adalah seorang sahabatnya yang pertama dan utama.
Aliran syiah sejalan dengan mu'tazilah mengenai tauhid dan keadilan, dan menyalahinya dalam 3 pendirian yang lain. orang orang syiah sepaham dengan asyi'ari dalam masalah dosa besar dan dosa kecil, amar ma'ruf dan nahi munkar. mereka berbeda dengan mu'tazilah dan asyi'ari dalam persoalan wa'ad dan wa'id karena mereka berkeyakinan bahwa Allah selalu menepati janji bagi mereka yang berbuat kebajikan, dan tidak wajib menjalankan janjinya kepada hambanya yang berbuat jahat, baginya terserah kurnia mengampuninya.tidak berhak di putuskan dengan hukum akal, bahwa tuhan menyalahi janjinya akan memberi pahala kepada hambanya yang berbuat baik.

1.2 Ruusan Masalah
  1. Apa pengertian Aliran syi’ah ?
  2. Bagaimana sejarah kemunculannya ?
  3. Siapa tokoh tokoh aliran syi’ah ?
  4. Bagaimana pokok pokok ajarannya ?

1.3 Tujuan Makalah
  1. Untuk tmengetahuai pengertian aliran syi’ah
  2. Untuk mengetahui sejarah kemunculannya
  3. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokohnya
  4. Untuk mengetahui pokok-pokok ajarannya







BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Aliran Syi’ah
            Syi’ah (Bahasa Arab: شيعة, Bahasa Persia: شیعه) ialah salah satu aliran atau mazhab dalam Islam. Istilah Syi'ah berasal dari kata Bahasa Arab شيعة  Syī`ah. Bentuk tunggal dari kata ini adalah Syī`ī  شيعي.

            "Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali شيعة علي artinya "pengikut Ali", yang berkenaan tentang Q.S. Al-Bayyinah ayat khoirulbariyyah, saat turunnya ayat itu Nabi SAW bersabda: "Wahai Ali, kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung"(ya        Ali anta wa syi'atuka humulfaaizun) [1]

            Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara.Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib sangat utama di antara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucunya sepeninggal beliau.[2] Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu, Syi'ah mengalami perpecahan sebagaimana Sunni juga mengalami perpecahan mazhab.

            Secara khusus, Muslim Syi'ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, yaitu sepupu dan menantu Nabi Muhammad SAW dan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad SAW, yang berbeda dengan khalifah lainnya yang diakui oleh Muslim Sunni. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dipilih melalui perintah langsung oleh Nabi Muhammad SAW, dan perintah Nabi berarti wahyu dari Allah.[3]

            Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Abu Bakar menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi'ah dan Sunni dalam penafsiran Al-Qur'an, Hadits, mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadits dari Muslim Syi'ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah tidak dipergunakan.

            Dapat juga dikatakan bahwa aliran syiah adalah aliran sempalan dalam islam dan syiah merupakan salah satu dari sekian banyak aliran-aliran sempalan dalam islam. Sedangkan yang dimaksud aliran-aliran sempalan dalam islam adalah aliran yang ajaran-ajarannya menyempal atau menyimpang dari ajaran islam yang sebenarnya telah disampaikan oleh Rasulullah SAW, atau dalam bahasa agamanya disebut ahli bid’ah. Selanjutnya oleh karena aliran syiah itu bermacam-macam, ada aliran syiah zadiyah ada aliran syiah immamiyah itsna asyariah ada aliran syiah ismailiyah dll, maka saat ini apabila kita menyebut aliran syiah, maka yang dimaksud adalah aliran syiah imamiyah itsna asyariah yang sedang berkembang di negara kita dan berpusat di Iran atau yang sering disebut dengan syiah khumainiyah. Hal mana karena syiah inilah yang sekarang menjadi penyebab adanya keresahan dan permusuhan serta pemecahan didalam masyarakat, sehingga menggangu dan merusak persatuan dan kesatuan bangsa kita. Tokoh-tokoh syiah inilah yang sekarang sedang giat-giatnya menyesatkan umat islam dari ajaran islam yang sebenarnya.


2.2 Sejarah Munculnya Aliran Syi’ah
            Mengenai kemunculan syi’ah dalam sejarah terdapat perbedaan dikalangan ahli. Menurut Abu Zahrah, syi’ah mulai muncul pasda masa akhir pemerintahan Usman bin Affaan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pewmerintahan Ali bin Abi Thalib, adapun menurut Watt, syi’ah baru benar-benar. Muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan perang Shiffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbritase yang ditawarkan Mu’awiyah. Pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua. Satu kelompok mendukung sikap Ali (Syi’ah) dan kelompok mendak sikap Ali (Khawarij).[4]

            Kalangan syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan syi’ah berkaitan dengn masalah penganti (Khilafah) Nabi SAW. Mereka menlak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathtab, dan Usman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib  yang  berhak mengantikan Nabi SAW. Kepemimpinan Ali dalam pandangan syi’ah tersebut sejalan dengan isyarat-isyarat yang diberikan Nabi SAW, pada masa hidupnya. Pada awal kenabian ketika Muhammad SAW diperintahkan menya,paikan dakwah ke kerabatnya, yang pertama menerima adalah Ali bin Abi Thalib. Diceritakan bahwa Nabi pada saat itu mengatakan bahwa orang yang pertama menemui ajakannya akan menjadi penerus dan pewarisnya. Selain itu, sepanjang kenabianMuhammad,        Ali merupakan orang yang luar biasa besar.[5]

Bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir Khumm.[6] Diceritakan bahwa ketika kembali dari haji terakhir, dalam perjalanan dari Mekkah ke Madinah di suatu padang pasir yang bernama Ghadir Khumm. Nabi memilih Ali sebagai pengantinya dihadapan massa yang menyertai beliau. Pada peristiwa itu, Nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagai pemimpin umum umat (walyat-i ‘ammali), tetapi juga menjadikna Ali sebagaimana Nabi sendiri, sebagai pelindung (wali) mereka. Namun realitasnya berbicara lain.[7]

            Berlawanan dengan harpan mereka, ketika nabi wafata dan jasadnya belum dikuburkan, ada kelompok lain yang pergi ke masjid untuk menentukan pemimpin yang baru karena hilangnya pemimpin yang secara tiba-tiba, sedangkan anggota keluarga nabi dan  beberapa sahabat masih sibuk dengan  persiapan upacara pemakaman Nabi. Kelompok inilah yang kemudian menjadai mayoritas bertindak lebih jauh dan dengan sangat tergesa-gesa memilih pemimpin yang baru dengan alasan kesejahteraan umat dann memcahkan masalah mereka saat itu. Mereka melakukan itu tanpa berunding dahulu dengan ahlul bait, kerabat, atau pun sahabat yang pada saat itu masih mengurusi pemakaman. Mereka tidak memberi tahu sedikitpun. Dengan demikian, kawan-kawan Ali dihdapkan pada suatu hal yang sudah tak bias berubah lagi.[8]

            Karena kenyataan itulah muncul suatu sikap dari kalangan kaum  muslimin yang menentanga kekhalifahan dan kaum mayoritas dalam masalah-masalah kepercayaan tertentu. Mereka tetap berpendapat bahwa pengganti nabi dan penguasa keagamaan yang sah adalah Ali. Mereka yakin bahwa semua masalah kerohanian dan agama harus merujuk kepadanya dan mengajak masyarakat mengikutinya.[9]Kaum inilah yang disebut dengan kaum Syi’ah. Namun lebih dari pada itu, seperti yang dikatakan Nasr, sebab utama munculnya Syi’ah terletak pada kenyataan bahwa kemungkinan ini ada dalam wahyu islam sendiri, sehingga mesti diwujudkan
.
            Perbedaan pendapat dikalangan para ahli mengenai kalangan Syi’ah merupakan sesuatu yang wajar. Para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah “perpecahan” dalam Islam yang memang mulai mencolok pada masa pemerintahan Usman bin Affan dan memperoleh momentumnya yang paling kuat pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, tepatnya setelah Perang Siffin. Adapun kaum Syi’ah, berdasarkan hadits-hadits yang mereka terima dari ahl al-bait, berpendapat bahwa perpecahan itu sudah mulai ketika Nabi SAW. Wafat dan kekhalifahan jatuh ke tangan Abu Bakar. Segera setelah itu terbentuklah Syi’ah. Bagi mereka, pada masa kepemimpinan Al-Khulafa Ar-rasyidin sekalipun, kelompok Syi’ah sudah ada. Mereka bergerak di bawah permukaan untuk mengajarkan dan menyebarkan doktrin-doktrin syi’ah kepada masyarakat.

2.3 Tokoh-tokoh aliran syi’ah

Dalam pertimbangan Syi’ah, selain terdapat tokoh-tokoh populer seperti ‘Ali bin Abi Thalib, Hasan bin ‘Ali, Husain bin ‘Ali, terdapat pula dua tokoh Ahlulbait yang mempunyai pengaruh dan andil yang besar dalam pengembangan paham Syi’ah, yaitu Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin dan Ja’far al-Shadiq. Kedua tokoh ini dikenal sebagai orang-orang besar pada zamannya. Pemikiran Ja’far al-Shadiq bahkan dianggap sebagai cikal bakal ilmu fiqh dan ushul fiqh, karena keempat tokoh utama fiqh Islam, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, secara langsung atau tidak langsung pernah menimba ilmu darinya. Oleh karena itu, tidak heran bila kemudian Syaikh Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas al-Azhar, Mesir, mengeluarkan fatwa yang kontroversial di kalangan pengikut Sunnah (Ahlussunnah—pen.). Mahmud Syaltut memfatwakan bolehnya setiap orang menganut fiqh Zaidi atau fiqh Ja’fari Itsna ‘Asyariyah.

Adapun Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin terkenal ahli di bidang tafsir dan fiqh. Pada usia yang relatif muda, Zaid bin ‘Ali telah dikenal sebagai salah seorang tokoh Ahlulbait yang menonjol. Salah satu karya yang ia hasilkan adalah kitab al-Majmû’ (Himpunan/Kumpulan) dalam bidang fiqh. Juga karya lainnya mengenai tafsir, fiqh, imamah, dan haji.
Selain dua tokoh di atas, terdapat pula beberapa tokoh Syi’ah, di antaranya:




a. Nashr bin Muhazim

b. Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa al-Asy’ari

c. Ahmad bin Abi ‘Abdillah al-Barqi

d. Ibrahim bin Hilal al-Tsaqafi

e. Muhammad bin Hasan bin Furukh al-Shaffar

f. Muhammad bin Mas’ud al-‘Ayasyi al-Samarqandi

g. Ali bin Babawaeh al-Qomi

h. Syaikhul Masyayikh, Muhammad al-Kulaini

i.  Ibn ‘Aqil al-‘Ummani

j. Muhammad bin Hamam al-Iskafi

k. Muhammad bin ‘Umar al-Kasyi

l. Ibn Qawlawaeh al-Qomi

m. Ayatullah Ruhullah Khomeini

n. Al-‘Allamah Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba’i

o. Sayyid Husseyn Fadhlullah

p. Murtadha Muthahhari

r. Jalaluddin Rakhmat


s. Hasan Abu Ammar[10]








2.4 Pokok-pokok ajaran aliran syi’ah

            Kaum Syi’ah memiliki 5 pokok pikiran utama yang harus dianut oleh para pengikutnya diantaranya yaitu at tauhid, al ‘adl, an nubuwah, al imamah dan al ma’ad.

a.        At tauhid.

            Kaun Syi’ah juga meyakini bahwa Allah SWT itu Esa, tempat bergantung semua makhluk, tidak beranak dan tidak diperanakkan dan juga tidak serupa dengan makhluk yang ada di bumi ini. Namun, menurut mereka Allah memiliki 2 sifat yaitu al-tsubutiyah yang merupakan sifat yang harus dan tetap ada pada Allah SWT. Sifat ini mencakup ‘alim (mengetahui), qadir (berkuasa), hayy (hidup), murid (berkehendak), mudrik (cerdik, berakal), qadim azaliy baq (tidak berpemulaan, azali dan kekal), mutakallim (berkata-kata) dan shaddiq (benar). Sedangkan sifat kedua yang dimiliki oleh Allah SWT yaitu al-salbiyah yang merupakan sifat yang tidak mungkin ada pada Allah SWT. Sifat ini meliputi antara tersusun dari beberapa bagian, berjisim, bisa dilihat, bertempat, bersekutu, berhajat kepada sesuatu dan merupakan tambahan dari Dzat yang telah dimilikiNya.[11]

b.  Al ‘adl

            Kaum Syi’ah memiliki keyakinan bahwa Allah memiliki sifat Maha Adil. Allah tidak pernah melakukan perbuatan zalim ataupun perbuatan buruk yang lainnya. Allah tidak melakukan sesuatu kecuali atas dasar kemaslahatan dan kebaikan umat manusia. Menurut kaum Syi’ah semua perbuatan yang dilakukan Allah pasti ada tujuan dan maksud tertentu yang akan dicapai, sehingga segala perbuatan yang dilakukan Allah Swt adalah baik. Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep keadilan Tuhan yaitu Tuhan selalu melakukan perbuatan yang baik dan tidak melakukan apapun yang buruk.Tuhan juga tidak meninggalkan sesuatu yang wajib dikerjakanNya.

c. An nubuwwah

            Kepercayaan kaum Syi’ah terhadap keberadaan Nabi juga tidak berbeda halnya dengan kaum muslimin yang lain. Menurut mereka Allah mengutus nabi dan rasul untuk membimbing umat manusia. Rasul-rasul itu memberikan kabar gembira bagi mereka-mereka yang melakukan amal shaleh dan memberikan kabar siksa ataupun ancaman bagi mereka-mereka yang durhaka dan mengingkari Allah SWT. Dalam hal kenabian, Syi’ah berpendapat bahwa jumlah Nabi dan Rasul seluruhnya yaitu 124 orang, Nabi terakhir adalah nabi Muhammad SAW yang merupakan Nabi paling utama dari seluruh Nabi yang ada, istri-istri Nabi adalah orang yang suci dari segala keburukan, para Nabi terpelihara dari segala bentuk kesalahan baik sebelum maupun sesudah diangkat menjadi Rasul, Al Qur’an adalah mukjizat Nabi Muhammad yang kekal, dan kalam Allah adalah hadis (baru), makhluk (diciptakan) hukian qadim dikarenakan kalam Allah tersusun atas huruf-huruf dan suara-suara yang dapat di dengar, sedangkan Allah berkata-kata tidak dengan huruf dan suara.

d.        Al-Imamah

            Bagi kaun Syi’ah imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama sekaligus dalam dunia.Ia merupakan pengganti Rasul dalam memelihara syari’at, melaksanakan hudud (had atau hukuman terhadap pelanggar hukum Allah), dan mewujudkan kebaikan serta ketentraman umat. Bagi kaum Syi’ah yang berhak menjadi pemimpin umat hanyalah seorang imam dan menganggap pemimpin-pemimpin selain imam adlah pemimpin yang ilegal dan tidak wajib ditaati. Karena itu pemerintahan Islam sejak wafatnya Rasul (kecuali pemerintahan Ali Bin Abi Thalib) adalah pemerintahan yang tidak sah. Di samping itu imam dianggap ma’sum, terpelihara dari dosa sehingga iamam tidak berdosa serta perintah, larangan tindakan maupun perbuatannya tidak boleh diganggu gugat ataupun dikritik.

e.  Al-Ma’ad

            Secara harfiah al ma’dan yaitu tempat kembali, yang dimaksud disini adalah akhirat. Kaum Syi’ah percaya sepenuhnya bahwahari akhirat itu pasti terjadi. Menurut keyakinan mereka manusia kelak akan dibangkitkan, jasadnya secara keseluruhannya akan dikembalikan ke asalnya baik daging, tulang maupun ruhnya. Dan pada hari kiamat itu pula manusia harus memepertanggungjawabkan segala perbuatan yang telah dilakukan selama hidup di dunia di hadapan Allah SWT. Pada saaat itu juga Tuhan akan memberikan pahala bagi orang yang beramal shaleh dan menyiksa orang-orang yang telah berbuat kemaksiatan.



























BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Syiah adalah salah satu aliran islam yang meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib dan keturunanya adalah imam – imam atau para pemimpin agama dan umat setelah nabi Muhamad SAW wafat. Para penulis sejarah islam berbeda pendapat mengenai awal mula lahirnya Syiah, pikiran yang paling menonjol terletak pada persoalan imamah, selain persoalan imamah juga menimbulkan sekte – sekte dalam Syiah itu sendiri, ajaran yang terpenting yang berkaitan dengan khilafah adalah al – ismah, al – mahdi, al – taqiyyah, dan ar – ra’agh. Kini Syiah dengan berbagai alirannya masih tersebar cukup luas di Iran. Syiah merupakan mazhab resmi negara, di samping itu Syiah juga terdapat di Irak, Pakistan, India, danYaman.
Dimata syiah, Ali adalah tokoh yang paling sempurna, tanpa cela dan dosa serta memiliki daya karismatik yang besar. Banyak sekali hadits yang dibuat untuk menunjukkan kelebihan dan keutamaannya. Dia adalah orang yang paling setia terhadap Nabi. Paling berani, paling gagah, paling pintar, paling arif dan paling bijaksana.

3.2 Saran
Makalah ini sedikit dapat membantu proses pembelajarn teologi islam untuk memahami tentang Syiah. Tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan halnya kami sesosok  manusia biasa yang tak pernah luput dari salah dan dosa. Bahkan makalah ini juga tak luput juga dalam kekurangan berbagai hal, dari hal itu kami penulis selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran.
























DAFTAR PUSTAKA


Arus, Taj’ul dan Azhari,-----.Tahdzibul Lughah.Yogyakarta: Media press

Razak, Abdurdan Rosihan Anwar,2006. Ilmu kalam. Bandung : Pustaka Setia


http://www.syafieh.blogspot.com /ilmu-kalam-syiah-tokoh-dan-ajarannya.html, (25 oktober 2013)

Ensiklopedia Islam





























[1] Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi. Dinukil dari kitab Firaq       Mu'ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin 'Ali Al-Awaji
[2] Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, h. 89
[3] Riwayat di Durul Mansur milik Jalaluddin As-Suyuti
[4] Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah Islam. Terj. Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, (Jakarta: Logos, 1996), hal. 34
[5] Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, hal.90
[6] Hadits tentang Ghadir Khum ini terdapat dalam versi Sunni maupun Syi’ah dan semuanya merupakan hadits shahih. Lebih dari seratus sahabat telah meriwayatkan hadits ini dalam berbagai sanad dan ungkapan. Lihat Muhammad Husai Thabathaba’i, Shi’a,terj. Husain Nasr, (Anshariah, Qum, 1981)

[7] Ibid, hal. 38
[8] Ibid, 39-40
[9] Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam…hal. 91
[10] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam…, h. 13-15

[11] Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam…hal. 94

Tidak ada komentar:

Posting Komentar