Rabu, 25 Februari 2015

Hermeunetika Gadner, Imstrumentalisme Jhon Dewey



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “HERMEUNETIKA GADNER DAN INTRUMENTALISME JHON DEWEY. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas harian matakuliah ILMU KALAM yang diampu oleh bapak :Drs. Siti Dawiyah Farichah, M.Pd.I
            Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
            Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
















BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Kami mengajukan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas materi “Pengantar Filsafat “ dengan judul yang telah kami emban yakni “ Hermeunetika Gadamer dan Intrumentalisme Jhon Dewey”.
Hermeneutika menjadi sebuah diskursus yang menarik bagi umat Islam—meski kebanyakan masih di perguruan tinggi—terkait dengan pembacaan teks al-Qur’an. Di antara umat Islam ada sebagian yang mendukung adanya hermeneutika al-Qur’an sementara sebagian yang lain menolaknya. Berbagai faktor yang mendorong masing-masing pihak dalam menyikapi hermeneutika ini sangat beragam.[1]
Sebagai umat Islam kita dituntut untuk kritis, tidak hanya menerima atau menolak sebuah konsep yang baru saja ditawarkan. Alangkah lebih baiknya jika umat Islam menelisik lebih mendalam tentang makna dan hakikat hermeneutika itu sendiri sehingga tidak salah dalam bersikap.
Instrumentalisme dalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman-penglaman yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan..
B.       Rumusan masalah
Untuk lebih menspesifikkan pembahasan pada makalah ini maka penulis merumuskan masalah sebagaimana berikut:
1.      Apa yang dimaksud Hermeunetika ?
2.      Bagaimanakah Hermeunetika Gadamer ?
3.      Apa yang dimaksud Instrumentalisme ?
4.      Bagaimanakah teori Instrumentalisme Jhon Dewey ?
C.      Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari masalah yang diangkat pada makalah ini ialah, agar mahasiswa mengetahui :
1.      Definisi Hermeunetika
2.      Teori Hermeunetika Gadamer
3.      Definisi Instrumentalisme
4.      Teori Instrumentalisme Jhon Dewey






























BAB II
PEMBAHASAN


A.      Definisi Hermeunetika
 Istilah hermeneutika berasal dari kata Yunani; hermencuein,yang artinya diterjemahkan "menafsirkan", kata bendanya: hermeneia artinya "tafsiran". Dalam tradisi Yunani kuno kata hermeneuein dipakai dalam tiga makna, yaitu mengatakan (to say), menjelaskan (to explain), dan menerjemahkan (to translate). Dari tiga makna ini, kemudian dalam kata Inggris diekspresikan dengan kata: to interpret, Dengan demikian perbuatan interpretasi menunjuk pada tiga hal pokok: pengucapan lisan (an oral recitation), penjelasan yang masuk akal (areasonable explanation), dan terjemahan dari bahasa lain (a translation from another language), atau mengekspresikan.[2]
Menurut istilah, hermeneutika biasa dipahami sebagai: "the art and science of interpreting especially authoritative writings; mainly in application to sacred scripture, and equivalent to exegesis" (seni dan ilmu menafsirkan khususnya tulisan-tulisan berkewenangan, terutama berkenaan dengan kitab suci dan sama sebanding dengan tafsir). Ada juga yang memahami bahwa hermeneutika merupakan sebuah filsafat yang memusatkan bidang kajiannya pada persoalan "understanding of understanding (pemahaman pada pemahaman)'' terhadap teks, terutama teks Kitab Suci, yang datang dari kurun, waktu, tempat, serta situasi sosial yang asing bagi paia pembacanya. Istilah hermeneutika sering dihubungkan dengan nam a Hermes, tokoh dalam mitos Yunani yang bertugas menjadi perantara antara Dewa Zeus dan manusia. Namun dalam perkembangan selanjutnya definisi hermeutika ini mengalami perkembangan, yang semula hermeneutika dipandang sebagai ilmu tentang penafsiran (science of interpretation). Dalam  perkembangan selanjutnya definisi hermeneutika menurut Richard E. Palmer dibagi menjadi enam, yakni:[3]
1.        Teori penafsiran Kitab Suci (theory of biblical exegesis)
2.         Sebagai metodologi filologi umum (general philological methodology).
3.     Sebagai ilmu tentang semua pemahaman bahasa (science of all linguistic understanding).
4.     Sebagai landasan metodologis dari ilmu-ilmu kemanusiaan (methodological foundation of Geisteswissenschaften)
5.    Sebagai pemahaman eksistensial dan fenomenologi eksistensi (phenomenology of existence dan of existential understanding)
6.    sebagai sistem penafsiran (system of interpretation).

Keenam definisi tersebut bukan hanya merupakan urutan fase sejarah, melainkan pendekatan yang sangat penting di dalam problem penafsiran suatu teks. Keenam definisi tersebut, masing-masing, mewakili berbagai dimensi yang sering disoroti dalam hermeneutika. Setiap definisi membawa nuansa yang berbeda, namun dapat dipertanggungjawabkan, dari tindakan manusia menafsirkan, terutama penafsiran teks.Tulisan ini mau memberikan kerangka menyeluruh tentang keenam definisi tersebut, yang lebih banyak berfungsi sebagai pengantar pada arti sesungguhnya dari hermeneutika. Adapun tokoh-tokoh Pengembang Hermeneutika : Friederich Sehleiermacher, Wtlhelm Dilthey , Gadamer , Husser,  Heideger, dan  Ricoeur.[4]
B.       Teori Hermeunetika Gadamer
Dia dilahirkan di kota Breslau  pada tanggal 11 Februari 1900. Ayahnya seorang guru besar kimia dan dianggap sebagai seorang ahli yang terpandang di bidangnya. Gadamer belajar filsafat di Universitas Breslau pada Nikolai Hartmann, Martin Heidegger, Paul Natorp, juga Rudolf Bultmann yang dikenal sebagai pemikir berpengaruh dalam bidang hermeneutika.
Pada tahun 1922, dia telah meraih gelar doktor filsafat, dengan disertasi tentang Plato, dibawah bimbingan Paul Natorp. Meski sudah merih gelar doktor , dia tetap mengikuti kuliah Heidgger di Freiburg, karena sangat mengagumi pemikiran Heidegger, sampai Heidgger diangkat guru besar di Marburg.[5]
Teori-teori pokok hermeneutika Gadamer kiranya bisa diringkas ke dalam beberapa bentuk teori yang terkait satu dengan yang lainnya: 

1. Teori “Kesadaran Keterpengaruhan oleh Sejarah” (wirkungsgeschichtliches Bewusstsein; historically effected consciousness)
  Gadamer mendefinisikan teori ini sebagai berikut:
Menurut teori ini, pemahaman seorang penafsir ternyata dipengaruhi oleh situasi hermeneutik tertentu yang melingkupinya, baik itu berupa tradisi, kultur meaupun pengalaman hidup. Karena itu, pada saat menafsirkan sebuah teks seorang penafsir harus atau seyogyanya sadar bahwa dia berada pada posisi tertentu yang bisa sangat mewarnai pemahamannya terhadap sebuah teks yang sedang ditafsirkan. Lebih lanjut Gadamer mengatakan: “Seseorang [harus] belajar memahami dan mengenali bahwa dalam setiap pemahaman, baik dia sadar atau tidak, pengaruh dari Wirkungsgeschichte (affective history; “sejarah yang mempengaruhi seseorang) sangat mengambil peran.” Mengatasi problem keterpengaruhan ini memang tidaklah mudah, sebagaimana diakui oleh Gadamer. Pesan dari teori ini adalah bahwa seorang penafsir harus mampu mengatasi subyektifitasnya ketika dia menafsirkan sebuah teks. 
2. Teori “Prapemahaman” (Vorverständnis; pre-understanding)
Keterpengaruhan oleh situasi hermeneutik atau Wirkungsgeschichte tertentu membentuk pada diri seorang penafsir apa yang disebut Gadamer dengan istilah Vorverständnis atau “prapemahaman” terhadap teks yang ditafsirkan. Prapemahaman yang merupakan posisi awal penafsir memang pasti dan harus ada ketika ia membaca teks.
3. Teori “Penggabungan/Asimilasi Horison” (Horizontverschmelzung; fusion of horizons) dan Teori “Lingkaran Hermeneutik” (hermeneutischer Zirkel; hermeneutical circle)
Di atas telah disebutkan bahwa dalam menafsirkan teks seseorang harus selalu berusaha merehabilitasi prapemahamannya. Hal ini berkaitan erat dengan teori “penggabungan atau asimilasi horison”, dalam arti bahwa dalam proses penafsiran seseorang harus sadar bahwa ada dua horison, yakni (1) “cakrawala [pengetahuan]” atau horison di dalam teks, dan (2) “cakrawala [pemahaman]” atau horison pembaca. Kedua horison ini selalu hadir dalam proses pemahaman dan penafsiran. Seorang pembaca teks memulainya dengan cakrawala hermeneutiknya, namun dia juga memperhatikan bahwa teks juga mempunyai horisonnya sendiri yang mungkin berbeda dengan horison yang dimiliki pembaca. Dua bentuk horison ini, menurut Gadamer, harus dikomunikasikan, sehingga “ketegangan antara keduanya dapat diatasi” (the tension between the horizons of the text and the reader is dissolved). Oleh karena itu, ketika seseorang membaca teks yang muncul pada masa lalu (Überlieferung), maka dia harus memperhatikan horison historis, di mana teks tersebut muncul: diungkapkan atau ditulis.

4. Teori “Penerapan/Aplikasi” (Anwendung; application)
Di atas telah dipaparkan bahwa makna obyektif teks harus mendapat perhatian dalam proses pemahaman dan penafsiran. Ketika makna obyektif telah dipahami, kemudian apa yang harus dilakukan oleh pembaca/penafsir teks yang mengandung pesan-pesan yang harus atau seyogyanya dipraktikkan ke dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kitab suci. Sementara itu, di sisi lain rentang waktu antara munculnya teks tersebut dan masa, ketika seorang penafsir hidup, yang tentunya kondisi sosial, politik, ekonomi dll. juga telah jauh berbeda dengan kondisi pada masa munculnya teks. Menurut Gadamer, ketika seseorang membaca kitab suci, maka selain proses memahami dan menafsirkan ada satu hal lagi yang dituntut, yang disebutnya dengan istilah “penerapan” (Anwendung) pesan-pesan atau ajaran-ajaran pada masa ketika teks kitab suci itu ditafsirkan.

C.      Definisi Instrumentalisme
Instrumentalisme dalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman-penglaman yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
D.      Teori Instrumentalisme Jhon Dewey
Pemikiran john dewey terhadap pendidikan
Dewey memandang bahwa tipe Pragmatismenya di asumsikan sebagai sesuatu yang mempunyai jangkauan aplikasi dalam masyarakat. Contoh hal tersebut adalah bahwa Dewey menawarkan dua metode pendekatan dalm pengajaran yaitu:

a. Problem solving method
Dengan metode ini, anak di hadapkan pada berbagai situasi dan masalah-masalah yang menantang, dan anak didik di beri kebebasan sepenuhnya untuk memecahkan masalah-masalah tersebut sesuai dengan perkembanganya. Dengan metode semacam ini, tidak hanya mengandalkan guru sebagai pusat informasi(metode pedagogy) di ambil alihlah oleh methode andragogy(studi tentang aturan ) yang lebih menghargai perbedaan individu anak didik.
• Learning by Doing
Konsep yang sangat di perlukan bagi anak didik, supaya anak didik tetap bisa eksis dalam masyarakat bila telah menyelesaikan pendidikannya maka mereka dibekali keterampilan-keterampilanpraktis sesuai dengan kebutuhan masyarakat sosial.



















BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Istilah hermeneutika berasal dari kata Yunani; hermencuein,yang artinya diterjemahkan "menafsirkan", kata bendanya: hermeneia artinya "tafsiran". Dalam tradisi Yunani kuno kata hermeneuein dipakai dalam tiga makna, yaitu mengatakan (to say), menjelaskan (to explain), dan menerjemahkan (to translate). Dari tiga makna ini, kemudian dalam kata Inggris diekspresikan dengan kata: to interpret, Dengan demikian perbuatan interpretasi menunjuk pada tiga hal pokok: pengucapan lisan (an oral recitation), penjelasan yang masuk akal (areasonable explanation), dan terjemahan dari bahasa lain (a translation from another language), atau mengekspresikan.
Instrumentalisme dalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman-penglaman yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.














DAFTAR PUSTAKA
Faiz, Fakhruddin. Hermeneutika Al-Qur’an: Tema-tema Kontroversial. Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005.
Gadamer, Hans-Georg. Kebenaran dan Metode: Pengantar Filsafat Hermeneutika, terj. Ahmad Sahidah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
“Hans-Georg Gadamer”, dalam http://www.id.wikipedia.org, 12 November 2014.



[1] Makalah Santoso Irfan, Hermeneutika Gadamer: Tawaran Filosofis Membaca Kitab Suci, STAIN Purwokerto, hlm. 1.
[2] Palmer, R.E. 1969. Hermeneutiks: Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey,
[3] Palmer, R.E. 1969. Hermeneutiks: Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer. Evanston, III:Northwestern Univ. Press. h. 23.
[4] Betanzos, R.J. 1988,’Introduction’ in Wilhelm, Introduction to Human Sciences. Pp.9-63.Detroit, Mich: Wayne State Univ.Press.h. 28.
[5] Dikutip oleh Irfan Santoso dalam makalahnya “Hermeneutika Gadamer: Tawaran Filosofis Membaca Kitab Suci”, dari K. Bertens, Filsafat Barat Kontemporer: Inggris-Jerman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar