KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami
sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul “HERMEUNETIKA GADNER DAN INTRUMENTALISME JHON
DEWEY”. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas harian
matakuliah ILMU KALAM yang diampu oleh bapak :Drs. Siti Dawiyah Farichah,
M.Pd.I
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kami
mengajukan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas materi “Pengantar
Filsafat “ dengan judul yang telah kami emban yakni “ Hermeunetika Gadamer dan
Intrumentalisme Jhon Dewey”.
Hermeneutika
menjadi sebuah diskursus yang menarik bagi umat Islam—meski kebanyakan masih di
perguruan tinggi—terkait dengan pembacaan teks al-Qur’an. Di antara umat Islam
ada sebagian yang mendukung adanya hermeneutika al-Qur’an sementara sebagian
yang lain menolaknya. Berbagai faktor yang mendorong masing-masing pihak dalam
menyikapi hermeneutika ini sangat beragam.[1]
Sebagai
umat Islam kita dituntut untuk kritis, tidak hanya menerima atau menolak sebuah
konsep yang baru saja ditawarkan. Alangkah lebih baiknya jika umat Islam
menelisik lebih mendalam tentang makna dan hakikat hermeneutika itu sendiri
sehingga tidak salah dalam bersikap.
Instrumentalisme dalah suatu usaha
untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep,
pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang
bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran
berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman-penglaman yang
berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan..
B.
Rumusan masalah
Untuk lebih menspesifikkan pembahasan pada makalah ini maka penulis
merumuskan masalah sebagaimana berikut:
1.
Apa yang
dimaksud Hermeunetika ?
2.
Bagaimanakah Hermeunetika
Gadamer ?
3.
Apa yang
dimaksud Instrumentalisme ?
4.
Bagaimanakah
teori Instrumentalisme Jhon Dewey ?
C.
Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari masalah yang diangkat pada makalah ini ialah,
agar mahasiswa mengetahui :
1.
Definisi
Hermeunetika
2.
Teori Hermeunetika
Gadamer
3.
Definisi
Instrumentalisme
4.
Teori
Instrumentalisme Jhon Dewey
BAB II
A.
Definisi
Hermeunetika
Istilah hermeneutika
berasal dari kata Yunani; hermencuein,yang artinya diterjemahkan "menafsirkan",
kata bendanya: hermeneia artinya "tafsiran". Dalam tradisi
Yunani kuno kata hermeneuein dipakai dalam tiga makna, yaitu mengatakan (to
say), menjelaskan (to explain), dan menerjemahkan (to translate).
Dari tiga makna ini, kemudian dalam kata Inggris diekspresikan dengan kata:
to interpret, Dengan demikian perbuatan interpretasi menunjuk pada tiga
hal pokok: pengucapan lisan (an oral recitation), penjelasan yang masuk akal (areasonable explanation), dan terjemahan
dari bahasa lain (a translation from another language), atau
mengekspresikan.[2]
Menurut istilah,
hermeneutika biasa dipahami sebagai: "the art and science of interpreting
especially authoritative writings; mainly in application to sacred scripture,
and equivalent to exegesis" (seni dan ilmu menafsirkan khususnya
tulisan-tulisan berkewenangan, terutama berkenaan dengan kitab suci dan sama
sebanding dengan tafsir). Ada juga yang memahami bahwa hermeneutika merupakan
sebuah filsafat yang memusatkan bidang kajiannya pada persoalan "understanding
of understanding (pemahaman pada pemahaman)'' terhadap teks, terutama teks
Kitab Suci, yang datang dari kurun, waktu, tempat, serta situasi sosial yang
asing bagi paia pembacanya. Istilah hermeneutika sering
dihubungkan dengan nam a Hermes, tokoh dalam mitos Yunani yang bertugas
menjadi perantara antara Dewa Zeus dan manusia. Namun dalam perkembangan selanjutnya definisi
hermeutika ini mengalami perkembangan, yang semula hermeneutika dipandang
sebagai ilmu tentang penafsiran (science of interpretation). Dalam
perkembangan selanjutnya definisi hermeneutika menurut Richard E. Palmer dibagi menjadi enam, yakni:[3]
1.
Teori penafsiran Kitab Suci (theory of biblical exegesis)
2.
Sebagai metodologi filologi umum (general philological methodology).
3. Sebagai ilmu tentang semua pemahaman bahasa (science of all linguistic
understanding).
4. Sebagai landasan metodologis dari ilmu-ilmu kemanusiaan (methodological
foundation of Geisteswissenschaften)
5. Sebagai pemahaman eksistensial dan fenomenologi eksistensi (phenomenology of
existence dan of existential understanding)
6.
sebagai sistem penafsiran (system of interpretation).
Keenam definisi tersebut
bukan hanya merupakan urutan fase sejarah, melainkan pendekatan yang sangat
penting di dalam problem penafsiran
suatu teks. Keenam definisi tersebut, masing-masing, mewakili berbagai dimensi
yang sering disoroti dalam hermeneutika. Setiap definisi membawa nuansa yang
berbeda, namun dapat dipertanggungjawabkan, dari tindakan manusia menafsirkan,
terutama penafsiran teks.Tulisan ini mau memberikan kerangka menyeluruh tentang
keenam definisi tersebut, yang lebih banyak berfungsi sebagai pengantar pada
arti sesungguhnya dari hermeneutika. Adapun tokoh-tokoh Pengembang Hermeneutika : Friederich Sehleiermacher, Wtlhelm Dilthey ,
Gadamer , Husser, Heideger, dan Ricoeur.[4]
B.
Teori
Hermeunetika Gadamer
Dia dilahirkan di kota Breslau pada tanggal 11 Februari 1900. Ayahnya seorang guru besar kimia dan dianggap sebagai seorang ahli yang
terpandang di bidangnya. Gadamer belajar filsafat di Universitas Breslau pada
Nikolai Hartmann, Martin Heidegger, Paul Natorp, juga Rudolf Bultmann yang
dikenal sebagai pemikir berpengaruh dalam bidang hermeneutika.
Pada tahun
1922, dia telah meraih gelar doktor filsafat, dengan disertasi tentang Plato, dibawah
bimbingan Paul Natorp. Meski sudah merih gelar doktor , dia tetap mengikuti
kuliah Heidgger di Freiburg, karena sangat mengagumi pemikiran Heidegger,
sampai Heidgger diangkat guru besar di Marburg.[5]
Teori-teori pokok hermeneutika Gadamer kiranya bisa
diringkas ke dalam beberapa bentuk teori yang terkait satu dengan yang
lainnya:
1.
Teori “Kesadaran Keterpengaruhan oleh Sejarah” (wirkungsgeschichtliches
Bewusstsein; historically effected consciousness)
Gadamer
mendefinisikan teori ini sebagai berikut:
Menurut teori ini, pemahaman seorang penafsir
ternyata dipengaruhi oleh situasi hermeneutik tertentu yang melingkupinya, baik
itu berupa tradisi, kultur meaupun pengalaman hidup. Karena itu, pada saat
menafsirkan sebuah teks seorang penafsir harus atau seyogyanya sadar bahwa dia
berada pada posisi tertentu yang bisa sangat mewarnai pemahamannya terhadap
sebuah teks yang sedang ditafsirkan. Lebih lanjut Gadamer mengatakan:
“Seseorang [harus] belajar memahami dan mengenali bahwa dalam setiap pemahaman,
baik dia sadar atau tidak, pengaruh dari Wirkungsgeschichte (affective history;
“sejarah yang mempengaruhi seseorang) sangat mengambil peran.” Mengatasi
problem keterpengaruhan ini memang tidaklah mudah, sebagaimana diakui oleh
Gadamer. Pesan dari teori ini adalah bahwa seorang penafsir harus mampu
mengatasi subyektifitasnya ketika dia menafsirkan sebuah teks.
2. Teori
“Prapemahaman” (Vorverständnis; pre-understanding)
Keterpengaruhan oleh situasi
hermeneutik atau Wirkungsgeschichte tertentu membentuk pada diri seorang
penafsir apa yang disebut Gadamer dengan istilah Vorverständnis atau
“prapemahaman” terhadap teks yang ditafsirkan. Prapemahaman yang merupakan
posisi awal penafsir memang pasti dan harus ada ketika ia membaca teks.
3. Teori
“Penggabungan/Asimilasi Horison” (Horizontverschmelzung; fusion of horizons)
dan Teori “Lingkaran Hermeneutik” (hermeneutischer Zirkel; hermeneutical
circle)
Di atas
telah disebutkan bahwa dalam menafsirkan teks seseorang harus selalu berusaha
merehabilitasi prapemahamannya. Hal ini berkaitan erat dengan teori
“penggabungan atau asimilasi horison”, dalam arti bahwa dalam proses penafsiran
seseorang harus sadar bahwa ada dua horison, yakni (1) “cakrawala
[pengetahuan]” atau horison di dalam teks, dan (2) “cakrawala [pemahaman]” atau
horison pembaca. Kedua horison ini selalu hadir dalam proses pemahaman dan
penafsiran. Seorang pembaca teks memulainya dengan cakrawala hermeneutiknya,
namun dia juga memperhatikan bahwa teks juga mempunyai horisonnya sendiri yang
mungkin berbeda dengan horison yang dimiliki pembaca. Dua bentuk horison ini,
menurut Gadamer, harus dikomunikasikan, sehingga “ketegangan antara keduanya dapat
diatasi” (the tension between the horizons of the text and the reader is
dissolved). Oleh karena itu, ketika seseorang membaca teks yang muncul pada
masa lalu (Überlieferung), maka dia harus memperhatikan horison historis, di
mana teks tersebut muncul: diungkapkan atau ditulis.
4. Teori
“Penerapan/Aplikasi” (Anwendung; application)
Di atas telah dipaparkan bahwa makna
obyektif teks harus mendapat perhatian dalam proses pemahaman dan penafsiran.
Ketika makna obyektif telah dipahami, kemudian apa yang harus dilakukan oleh
pembaca/penafsir teks yang mengandung pesan-pesan yang harus atau seyogyanya
dipraktikkan ke dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kitab suci. Sementara
itu, di sisi lain rentang waktu antara munculnya teks tersebut dan masa, ketika
seorang penafsir hidup, yang tentunya kondisi sosial, politik, ekonomi dll.
juga telah jauh berbeda dengan kondisi pada masa munculnya teks. Menurut
Gadamer, ketika seseorang membaca kitab suci, maka selain proses memahami dan
menafsirkan ada satu hal lagi yang dituntut, yang disebutnya dengan istilah
“penerapan” (Anwendung) pesan-pesan atau ajaran-ajaran pada masa ketika teks
kitab suci itu ditafsirkan.
C.
Definisi
Instrumentalisme
Instrumentalisme dalah
suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep,
pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang
bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran
berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman-penglaman yang
berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
D.
Teori
Instrumentalisme Jhon Dewey
Pemikiran john dewey terhadap
pendidikan
Dewey
memandang bahwa tipe Pragmatismenya di asumsikan sebagai sesuatu yang mempunyai
jangkauan aplikasi dalam masyarakat. Contoh hal tersebut adalah bahwa Dewey
menawarkan dua metode pendekatan dalm pengajaran yaitu:
a. Problem
solving method
Dengan metode ini, anak di hadapkan pada berbagai situasi dan
masalah-masalah yang menantang, dan anak didik di beri kebebasan sepenuhnya
untuk memecahkan masalah-masalah tersebut sesuai dengan perkembanganya. Dengan
metode semacam ini, tidak hanya mengandalkan guru sebagai pusat
informasi(metode pedagogy) di ambil alihlah oleh methode andragogy(studi
tentang aturan ) yang lebih menghargai perbedaan individu anak didik.
• Learning by
Doing
Konsep yang sangat di perlukan bagi anak didik, supaya anak didik tetap
bisa eksis dalam masyarakat bila telah menyelesaikan pendidikannya maka mereka
dibekali keterampilan-keterampilanpraktis sesuai dengan kebutuhan masyarakat
sosial.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah hermeneutika berasal dari kata Yunani; hermencuein,yang
artinya diterjemahkan
"menafsirkan", kata bendanya: hermeneia artinya
"tafsiran". Dalam tradisi Yunani kuno kata hermeneuein dipakai
dalam tiga makna, yaitu mengatakan (to say), menjelaskan (to explain),
dan menerjemahkan (to translate). Dari tiga makna ini, kemudian
dalam kata Inggris diekspresikan dengan kata: to interpret, Dengan
demikian perbuatan interpretasi menunjuk pada tiga hal pokok: pengucapan lisan (an
oral recitation), penjelasan yang masuk akal (areasonable
explanation), dan terjemahan dari bahasa lain (a translation from
another language), atau mengekspresikan.
Instrumentalisme dalah
suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep,
pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang
bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran
berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman-penglaman yang
berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Faiz, Fakhruddin. Hermeneutika Al-Qur’an:
Tema-tema Kontroversial. Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005.
Gadamer, Hans-Georg. Kebenaran dan Metode:
Pengantar Filsafat Hermeneutika, terj. Ahmad Sahidah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004.
[1]
Makalah Santoso
Irfan, Hermeneutika Gadamer: Tawaran Filosofis Membaca Kitab Suci, STAIN
Purwokerto, hlm. 1.
[2]
Palmer, R.E.
1969. Hermeneutiks: Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey,
[3]
Palmer, R.E.
1969. Hermeneutiks: Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey,
Heidegger, and Gadamer. Evanston, III:Northwestern Univ. Press. h. 23.
[4]
Betanzos, R.J.
1988,’Introduction’ in Wilhelm, Introduction to Human Sciences.
Pp.9-63.Detroit, Mich: Wayne State Univ.Press.h. 28.
[5]
Dikutip oleh
Irfan Santoso dalam makalahnya “Hermeneutika Gadamer: Tawaran Filosofis
Membaca Kitab Suci”, dari K. Bertens, Filsafat Barat Kontemporer:
Inggris-Jerman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar