Rabu, 25 Februari 2015

MUNASABAH AL QUR'AN


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Lahirnya pengetahuan tentang teori korelasi(munasabah) ini brawal dari kenyataan bahwa systematika al-qur’an sebagaimana terdapat dalam Musyaf Usmani sekarang tidak berdasarkan fakta kronologis turunnya. Itulah sebabnya terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama salaf tentang urutan surat didalam al-qur’an. Pendapat pertama bahwa hal itu didasarkan pada tauqifi dari nabi SAW. Golongan keda berpendapat bahwa hal itu didasarkan atas ijtihad para sahabat setelah mereka bersepakat dan memastikan bahwa susunan ayat-ayat adalah tauqifi. Golongan ketiga berpendapat serupa dengan golongan pertama, kecuali surat al-anfal dan bara’ah yang dipandang bersifat ijtihadi.

Pendapat pertama didukung antara lain oleh Al Qodi Abu Bakar dalam satu pendapatnya, Abu Bakar IbnAl-Anbari, Al-kirmani, dan Ibn al-Hisar. Pendapat kedua didukung oleh Malik, Al-qodi Abu Bakar dalam pendapatnya yang lain dan Ibn Al-Faris. Pendapat ketiga dianut oleh Baihaqi. Salah satu penyebab perbedaan pendapat ini adalah adanya musyaf-musyaf ulama salaf yang urutan suratnya bervariasi. Ada yang menyusunnya berdasarkan turunnya musyaf Ali yang dimulai dengan ayat iqro’ sedangkan ayat lainnya disususn berdasarkan tempat turunnya Makki kemudian Madani). Adapun Musyhaf Ibn Mas’ud dimulai dengan surat Al-baqarah, kemudian An-Nisa’, lalu surat Ali-Imran.[1]

Atas dasar perbedaan pendapat tentang sistematika ini, wajarlah jika masalah teori korelasi Al-Qur’an kurang mendapat perhatian dari para ulamayang menekuni ‘Ulum Al-Qur’an. Ulama yang pertam kali menaruh perhatian masalah ini, menurut as-suyuthi, adalah Syaikh Abi Bakar An-Naisaburi, kemudian diikuti beberapa ulama ahli tafsir, seperti abu Ja’far Bin Jubair dalam kitabnya Tartib As-Suwar Al-Qur’an, Syaikh Burhanuddin Al-Biqa’i dengan bukunya Nazhm Ad-Durar fi Tanasub Al-Ayyi wa As-Suwar, dan As-Siyithi sendiri dalam bukunya Asrar At-Tartib Al-Qur’an.[2]

B.   Rumusan Masalah
  1. Apa Pengertian Munasabah?
  2. Apa Macam-macam Munasabah?
  3. Apa urgensi dan kegunaan mempelajari munasabah?

C.   Tujuan Masalah
  1. Untuk mengetahui  pengertian Munasabah
  2. Untuk mengetahui macam-macam Munasabah
  3. Untuk mengetahui urgensi dan kegunaan mempelajari munasabah

BAB II
 PEMBAHASAN

A.   Pengertian Munasabah

     Secara bahasa munasabah berarti persesuaian atau hubungan atau relevansi, yaitu hubungan antara ayat/surah yang satu dengan ayat/surah yang sebelum atau sesudahnya. Ilmu munasabah berarti ilmu yang menerangkan hubungan antara ayat/surah yang satu dengan ayat/ surah yang lain. Karena itu, sebagian orang menamankan sebagi “Ilmu Tanusubil Ayati Was Suwari” yang memiliki arti juga sam , yaitu ilmu yang menjelaskan persesuaian antara ayat satu dengan yang lain.
     Menurut istilah, Ilmu munasabah ialah ilmu yang mempelajari alasan pengertian dari bagian – bagian Al-Qur’an yang mulia.[3] Sedangkan secara etimologi, munasabah berasal dari bahasa arab dari asal kata nasaba-yunasibu-munasabahan yang berarti musyakalah (keserupaan) dan muraqabah (kedekatan). Az-Zarkasyi memberi contoh sebagai berikut: fulan yunasib fulan, berarti si A mempunyai hubungan dekat dengan si B dan menyerupainya. Dari kata itu lahir pula kata an-nasib yang berarti kerabat yang mempunyai hubungan, seperti dua orang bersaudara dan putra paman. Istilah munasabah digunakan dalam illat dalam bab qiyas yang berarti al-wasy al-muqarrib li al-hukum (gambaran yang berhubungan dengan hukum).[4] Istilah munasabah diungkapkan pula dengan kata rabih (pertalian).
Sedangkan secara terminologis definisi yang beragam muncul dari kalangan para ulama terkait dengan ilmu munasabah ini. Imam Zarkasyi salah satunya, memaknai munasabah sebagai ilmu yang mengaitkan pada bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafal-lafal umum dan lafal lafal khusus, atau hubungan antar ayat yang terkait dengan sebab akibat, illat dan ma’lul, kemiripan ayat pertentangan (ta’arudh).[5]
Ilmu ini menjelaskan segi-segi hubungan antara beberapa ayat atau beberapa surah Al qur’an. Oleh karena itu, Ilmu munasabah itu merupakan ilmu yang penting. Karena ilmu itu bias mengungkapkan rahasia kebalaghahan Alqur’an dan menjangkau sinar petunjuknya.(Abdul Djalal,cet IX.2013:158-159)

B.      Macam-macam Munasabah
Munasabah atau persesuaian atau penyambungan kata bagian Al-Qur’an yang satu dengan yang lain dapat dilihat dari berbagai macam sudut pandang diantaranya ditinjau dari segi sifat dan macam-macam materinya.

1. Macam- macam sifat Munasabah
     Jika ditinjau dari segi sifat munasabah maka munasabah itu ada dua macam, yaitu:
1.    Persesuaian yang nyata (Dzaahirul Irtibath)
Ialah persesuaian yang tampak jelas, dapat juga disebut persambungan atau persesuaian antara bagian Al=qur’an yang satu dengan yang lain tampak jelas,tidak bisa  karena keterkaitan kalimat satu dengan yang lain sangat erat. sehingga yang satu dengan yang lain.
Contoh, seperti persambungan antara ayat 1 surah Al- Isra’:

سبحن الذى اسرى بعبده لىلا من المسجد الحرام الى المسجد الاقصى
Artinya : “Maha Suci Allah, yang memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha”
   Ayat tersebut  menerangkanisra’ Nai Muhammad SAW. Selanjutnya, ayat 2 surah Al-Isra’ tersebut yang berbunyi :

واتينا موسى الكتب وجعلنه هدى لبنى اسرا ءيل
                                                                                               
Artinya: “Dan Kami berikan kepada Musa kitab(taurat) dan kami jadikan kitab taurat itu petunjuk bagi Bani Isra’el.”
Ayat tersebut menjelaskan diturunkannya kitab Taurat kepada Nabi Musa a.s. persesuaian antara kedua ayat tersebut ialah tampak jelas mengenai diutusnya kedua orang Nabi/Rasul tersebut.
2.      Persambungan yang tidak jelas (Khafiyyul Irtibadh)
Ialah samarnya persesuaian antara bagian Al-Qur’an dengan yang lain. Sehingga tidak tampak adanya pertalian untuk keduanya bahkan seolah-olah masing-masing ayat / surah itu berdiri sendiri. Baik ayat yang satu itu diathafkan kepada yang lain.Contohnya, seperti hubungan antara ayat 189 surah Al- Baqarah dengan ayat 190 surah Al-Baqarah.

يسىلونك عن الاهلة قل هى موقيت للناس والحج

Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah, bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan bagi ibadah haji.

   Ayat diatas menerangkan bahwa bulan sabit ialah tanda-tanda bagi orang yang akan melaksanakan ibadah haji.

وقتلوا فى سبيل الله الذين يقتلو نكم ولاتعتدوا
Artinya : Dan perangilah dijalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, tetapi janganlah kalian melampaui batas.

   Ayat diatas menerangkan perintah menyerang kepada orang-orang yang menyerang umat islam.Sepintas, antara kedua ayat tersebut tidak ada hubungannya antara satu dengan ayat yang lain.


2.    Macam-macam materi Munasabah
Dalam kitabnya yang berjudul Asra tatib Al-qur’an As-Suyuthi menyimpulkan bahwa munasabah antar satu surat dengsn surat sebelumnya berfungsi menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumnya. Apabila ditinjau dari segi materinya, maka munasabah itu ada dua macam sebagai berikut:
1.    Munasabah antara ayat
Yaitu munasabah atau persambungan antara ayat yang satu dengan ayat lain. Munasabah ini bias berbentuk persambungan-persambungan, sebagai berikut :
Pertama, diathafkan ayat yang satu kepada yang lain, seperti munasabah antara ayat 103 surah Ali-Imran :
واعتسموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا وذاذكروا نعمت الله عليكم اذ كنتم اعداء فالف بين قلوبكم فاصبحتم بنعمتهه اخونا وكنتم على شفا خفرة من النار فانقذكم منها  كذلك يبين الله لكم ءايته لعلكم تهتدون

Artinya: “dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali(agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-cerai”.
Dengan ayat 102 surah Ali-Imran
يا يها الذينءامنوا تقوا الله حق تقاته ولا تموتن الاوانتم مسلون

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.

Faedah dari munasabah dengan athaf ini ialah untuk menjadikan dua ayat tersebut sebagai dua hal yang sama.
   Kedua, Tidak diathafkan ayat yang satu kepada yang lain, seperti munasabah antara ayat 11 surah Ali imran:
كداب ءال فرعون والذين من قبلهم كذبوا بىايتنا فاخذهم الله بذنوبهم  والله شديد العقاب

Artinya: (Keadaan mereka)adalah sebagai keadaan kaum Fir’aun dan orang-orang yang sebelumnya, mereka mendustakan ayat-ayat Kami.

Dengan ayat 10 surah Ali-Imran:
ان الذين كفر لن

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yangb kafir, harta benda dan anak-anak mereka sedikit pun tidak dapat menolak (Siksa)Allah dari mereka. Dan Mereka itulah bahan bakar api neraka.

Dalam munasabah ini, tampak hubungan yang kuat antara ayat 11 dengan ayat 10 surah Ali-Imron, sehingga surah Ali-Imron ayat 11  dianggap sebagai ayat yang berkelanjutan dari surah Ali-Imron ayat 10.



2.    Munasabah antar surah,
 yaitu munasabah atau persambungan antara surah yang satu dengan yang lain. Bahkan setiap surat mempunyai tema pembicaran yang menonjol, dan itu tercermin pada namanya masing-masing. Munasabah ini memiliki beberapa bentuk, sebagai berikut:

Pertama, Munasabah antara surah Al-baqarah dengan surah Al-Fatihah. Kedua surat tersebut memiliki kesamaan dalam hal materi.  Surah Al Baqarah dan Al Fatihah sama-sama menerangkan isi kandungan Al Qur’an yakni Aqidah, Ibadah, Muamalah, Kisah, Janji serta Ancaman. Namun surah Al Fatihah menjelaskan secara ringkas dan Surah Al Baqarah menerangkan secara terperinci.

   Kedua, Persesuaian antara permulaan surah dengan penutupan surah sebelumnya. Sebab Pembukaan surah ini sangat erat sekali kaitannya dengan akhiran dari surah sebelumnya, meskipun sudah terpisah dengan basmalah.
   Contohnya, seperti awalan dari surah Al An’am yang berbunyi:


Artinya: Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi.

Dengan akhiran surah Al Maidah yang berbunyi :


Artinya: Kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada didalamnya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Ketiga, Persesuaian antara pembukaan dan akhiran suatu surah. Sebab , semua ayat dari suatu surah dari awal sampai akhir itu selalu bersambungan dan persesuaian. Contohnya, seperti persesuaian antara awal surat Al Baqarah :
  

Artinya: Alif, Laam, Miim. Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.

   Awal surah Al Baqarah tersebut sesuai dengan akhirannya, yang memerintahkan supaya berdo’a agar tidak disiksa Allah bila lupa atau bersalah:


Artinya : Beri maaflah kami, dan rahmatilah kami. Engkau penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum-kaum yang kafir.

C. Urgensi Dan Kegunaan Mempelajari Munasabah
Faedah mempelajari Ilmu Munasabah ini banyak antara lain, sebagai berikut:
1.    Mengetahui persambungan/ hubungan antara bagian Al Qur’an, baik antara kalimat-kalimat maupun surah-surah yang satu dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatan.
2.    Dengan Ilmu munasabah itu, dapat diketahui mutu dan tingkat kebalaghaan bahasa Al-Qur’an dan konteks kalimat-kalimat yang satu dengan yang lain, serta persesuaian ayat/ surahnya yang satu dari yang lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatannya bahwa Al-Qur’an itu betul-betulwahyu dari Allah SWT.
3.    Dengan Ilmu Munasabah akan sangat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an, setelah diketahui hubungan sesuatu kalimat/suatau ayat dengan kalimat / ayat lain, sehingga sangat mempermudah pengistimbatan hokum-hukum atau isi kandungan.

Selain itu berdasarkan asbab an-nuzul, munasabah sangat berperan dalam memahami Al-Qur’an. Dalam hal ini Muhammad ‘Abdullah Darraz berpendapat,“Sekalipun permasalahan yang diungkapkan oleh surat-surat itu bnyak semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika surat, semestinya ia memperhatikan keseluruhannya sebagaimana juga memperhatikan segala permasalahannya.”[6]Para ulama merasa puas terhadap suatu prinsip bahwa Al-Qur’an ini, yang diturunkan dalam tempo 20 tahun lebih dan mengandung bermacam-macam oleh hukum oleh sebab yang berbeda-beda, memiliki ayat-ayat yang mempunyai hubungan erat. Dengan demikian tidak perlu lagi mencari asbab an-nuzul-nya, karena pertautan satu ayat dengan ayat lainnya sudah dapat mewakilinya. Berdasarkan prinsip itu pulalah, Az-Zarkasyi mengatakan bahwa jika tidak ada asbab an-nuzul, hal lebih utama adalah mengemukakan munasabah.



















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Jadi, pengertian munasabah itu tidak hanya sesuai dalam arti yang sejajar dan parallel saja, melainkan yang kontradiksi pun termasuk munasabah, seperti habis menerangkan orang mukmin lalu orang kafir dan sebagainya. Sebab, ayat – ayat Al-Qur’an itu kadang-kadang merupakan takhshish (pengkhususan) dari ayat umum. Dan kadang-kadang sebagai penjelasan yang konkret terhadap hal-hal yang abstrak. Sering pula sebagai keterangan seab dari suatu akibat seperti kebahagiaan setelah amal saleh dan seterusnya. Jika ayat-ayat itu hanya dilihat sepintas, memang seperti tidak ada hubungan sama sekali antara ayat yang satu dengan yang lain., baik dengan sebelum maupun sesudahnya. Karena itu tampaknya ayat-ayat itu seolah-olah terputus dan terpisah yang satu dengan yang lain, seperti tidak ada kontaknya sama sekali. Tetapi kalau diamati secara teliti akan tampak adanya munasabah atau kaitan yang erat antara yang satu dengan yang lain.
            Karena itu, ilmu munasabah merupakan ilmu yang penting, karena ilmu itu bisa mengungkapkan rahasia kebhalaghaan Al Qur’an dan menjangkau sinar petunjuknya.



























DAFTAR PUSTAKA


A.F, Hasanuddin, Anatomi Al-Qur’an: Perbedaan Qira’at dan pengaruhnya terhadap Istimbath Hukum dalam Al-Qur’an,Jakarta: Raja Grafindo Persada

‘Alusy, Muhammad Abd Al-Qadir. 1403 H/1983 M. Al-, Masalah Takhsish Al-‘Am bi As-Sahab, Jami’ah, Umm.Mekah:  Al-Qurra

Amal, Taufiq Adnan dan Syamsul Rizal Panggabean. 1989. Tafsir Kontekstual Al-Qur’an, Bandung: Mizan

Anwar, Rosihon, Melacak Unsur-unsur Israiliyyat dalam Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibn Katsir. Yogyakarta:  Pustaka Setia

Bakar, Abu. 1989.Sejarah Al-Qur’an. Solo: Ramadhani

Djalal, Abdul.2013. Ulumul Qur’an Edisi Lengkap.Surabaya: Dunia Ilmu










[1] Jalaluddin As-Suyuti, Asra Tatib Al- Qur’an. Dar Al-I’tisam. Kairo, Hlm.68-69
[2] Jalaludin As-Suyuti, Al – Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Dar Al- Fikr, Breirut, t.t Jilid I Hlm. 108
[3] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an Edisi Lengkap.157-158
[4] Badr Ad-din Muhammad bin A’bdillah Az-Zakarsy, Al Burahn fi ‘Ulum Al Qur’an, Jilid I hlm 35
[5] Badr Ad-din Muhammad bin A’bdillah Az-Zakarsy, Al Burahn fi ‘Ulum Al Qur’an, Jilid I

[6] Abdullah Ad-Darraz, An-Naba’ Al-‘Adzim, Dar Al-‘Urubah, Mesir 1974, hlm. 159

Tidak ada komentar:

Posting Komentar